Larut malam ini hanya
bintang-bintang yang menemani dalam kesendirian dan kesunyian Dila. Sesosok
gadis manis dengan rambut panjang tergurai. Dalam diam dia menerawang kembali
disaat Reza sahabatnya, memberi siraman kesejukan ke dalam hatinya.
“Maukah kamu menjadi kekasihku?”,
ungkapan yang dikemas rapi oleh Reza, ternyata membuat Dila berfikir dan terus
berfikir. Dan hanya air mata hangat yang menganak sungai di atas pipi manis
Dila, yang seakan air mata itulah yang menjawab. Dila hanya diam.
“Dila, jangan menangis..aku tau
perasaanmu kok, tapi aku hanya ingin kau juga tau apa yang aku rasain. Ya
perasaanku ke kamu yang sebenarnya.”, dengan perasaan cemas Reza memegang
pundak dan menyeka air mata Dila yang hampir terjatuh lagi.
Dila yang tidak bisa menahan
kekuatan hatinya, seakan mengalir kekuatan dan ketegaran yang mengalir dari
tangan Reza yang memegang pundaknya. Dan Dila pun berlari.
“Dila...”, teriakan terakhir Reza
masih terngiang.
“Reza, maafin aku, sebenarnya dalam
waktu singkat hati ini telah memberi sebersit harapan kau singgah di dalamnya.
Namun aku masih ragu, aku belum siap.”, hati Dila merintih. “Mungkin bintang
yang tersenyum itu ‘kan menjadi saksi bisu atas perasaanku ini.”, lanjutnya,
Dila tak tahu apakah dia harus tersenyum atau menangis.
***
Di sekolah Dila melihat Reza yang
tengah asyik bercengkerama dengan Siska, sahabat karibnya. Dila cemburu!
“Siska, tuh si Dila. Rencana kita
berhasil. Pasti dia jealous melihat
kita berdua. Lihat deh. Ayu kita panggil dia bareng.”, ucap Reza dengan
kekuatan Pe-De nya.
“iya tuh, hahaha. Ayo kita
panggil.”, Siska yang dulu pernah berharap menjadi kekasih Reza memainkan drama
dengan apik.
“Dilaaa....”, teriak Reza dan Siska
kompak. Dila pun menghentikan lari kecilnya.
“aduuh gimana siih...aku ingin
membuang perasaanku ini. Ya Tuhan, emang nasib tak bisa terelak”,gumam Dila
sembari menata nafasnya.
“iya”, jawab Dila akhirnya. Dengan
cepat Reza dan Siska melangkah mendekati Dila.
“sini ngobrol dulu lah, lagian masih
lama kan bel masuknya? En gak ada PR
juga”, Siska yang satu kelas dengan Dila menggagalkan rencananya.
“eh, iya..ehmm”, Dila gagap.” Iya
deh, biasalah siswi rajin sok buru-buru gitu, takut telat katanya”, canda Dila
menghilangkan kegagapannya.
“hahaha, ada-ada aja. Ya udah by the way en busway kalian udah sarapan
belum?”, tanya Siska menyapu pandangan ke arah Dila dan Reza.
“udah”, jawab Dila dan Reza kompak.
“ehm ya udah, berarti cuman perutku
doang dong, yang protes belum sarapan. Ya udah kalian ngobrol dulu ya. Aku mau
cari makan. Daaa.”, sambil berlalu, Siska mengerlipkan matanya ke Reza dan Reza
pun membalasnya. Dila yang melihatnya merasa aneh.
Sorot mata Reza membuat Dila
menundukkan kepala. Di tengah hilir mudik para siswa. Udara masih terasa sejuk
menampar rambut Dila yang tergurai rapi. Reza yang tengah tersadar segera
melontarkan gombalannya ala Raja Gombal.
“tau gak bedanya kamu sama angin?”
“apa?”, sedikit kaget Dila menatap
wajah Reza.
“kalo angin membawa kesejukan, tapi
kalo kamu membawa cinta untukku”, Reza mengerlingkan matanya dengan nakal.
“hehe, bisa aja kamu.”, Dila tersipu
malu.
Dila menyapu pandangan di
sekitarnya. Dia merasa ada yang ganjil. Ditatapnya mata Reza lagi, namun bukan
itu yang membuatnya merasa ganjil. Dia mencari-cari lagi. Reza yang melihat
tingkah laku pujaan hatinya itu, ikut memandang di sekelilingnya. Bingung.
Di seberang Wisnu telah berdiri lama
dan menatap apa yang dilakukan Dila dan Reza. Dila menemukannya. Perasaan yang
ganjil itu, ternyata dari Wisnu, sosok yang menghancurkan hati dan harapan
Dila. Yang telah berpaling dari Dila, setelah hati Dila diberikan sepenuhnya
kepada Wisnu. Dila dan Wisnu beradu pandang..
“Reza peluk aku.”, pinta Dila. Reza
pun mengabulkannya
Reza kembali bingung, namun sekejap
dia melihat Wisnu. Dan kebingungan yang dibuat oleh Dila seakan terjawab.
“bukan begini caranya, Dil.”, Reza
melepas pelukannya dan memanggil Wisnu, teman satu team basket di sekolahnya.
“sini guys,”, lanjut Reza.
“hai Za, hai Dil.”, sapa Wisnu
datar. Dila menahan diri, berusaha agar tak diselimuti oleh emosi dan airmata.
“tau gak sih kamu tuh udah bikin
Dila merasa begitu sakit. Dan kau tahu hatinya pun hampir beku. Itu semua
karena ulah bodohmu!”, Reza emosi.
Dila
tak berani menatap wajah Reza yang serius. Dila menata hatinya. Ya, Dila
bingung, berada diantara orang yang dulu dicintainya dan yang mencintainya.
“untung
ada aku. Aku akan berusaha mencairkan hatinya.”, lanjut Reza dengan sombong dan
sinis.
Wisnu
berpaling pada Dila. “Dil, apa yang harus aku lakukan untuk menebus salahku
ini? Apa aku harus kembali padamu, untuk memperbaiki hatimu yang sakit?”
“sorry Wis, aku telah begitu sakit
karenamu. Dan aku enggak mau itu terulang lagi. Kau sadar gak sih, aku udah
berusaha menjaga hubungan kita tapi kau menghancurkannya dengan alasan tak
logis pula! Saat ini aku hanya ingin Reza yang mencairkan dan menemani hatiku.
Bukan kamu dan ulah busukmu.”
“tapi,
kenapa kamu masih ragu dan bimbang, Dil?”, tanya Wisnu pasrah.
Dila
menatap mata Reza dan menjaga perasaan Reza. Dila tak ingin menyakitinya. Reza
tersenyum memberi kekuatan pada diri Dila.
“karna
kamu, belum sepenuhnya mencintai kekasihmu Renata dengan tulus”, Dila menatap
mata Wisnu dengan tajam.”aku tau semua akan dirimu, Wisnu. Tapi kau tak perlu
tau dari siapa aku bisa mengetahui semuanya! Kenapa kau menyakiti perasaan
wanita yang kau sayang dan menyayangi kamu tuk wanita lain, entah pikiran apa
yang merasuki dalam benakmu..”,
“....”,
Wisnu dan Reza terdiam.
“ku
tak mau menyakiti hati Reza. Sungguh aku benar-benar menginginkannya. Kenapa
aku ragu? Karena apakah aku siap merindukannya saat jauh nanti. Dan aku
bimbang, jika kau akan kembali lagi padaku...”
“Wisnu,
kamu harus minta maaf padanya dengan tulus, hilangkan semua egomu.”, Reza
menyela perkataan Dila dengan tenang saat emosi telah menyerangnya.
“Dila,
aku memang menyayangimu, kita telah habiskan waktu yang lama untuk bersama,
namun aku juga telah menyakitimu. Sekarang terserah kamu, janganlah kau ragu
dan bimbang lagi, karna ku telah sadar kalo aku gak mungkin nyakitin wanita
kedua kalinya. Ku akan dan sangat mencintai Renata.”
“makasih
atas semuanya”, ucap Dila ketus. Dan dia berjalan dan berhenti tepat di depan
wajah Wisnu.”makasih atas semuanya”, Dila mengulang dengan air mata. Bukan air
mata karna sakit hati, tapi air mata lega. Dila mengusap air mata dan memegang
pundak Wisnu untuk mengalirkan rasa leganya. Dan secepat mungkin Dila berbalik
arah dan memeluk Reza, yang tengah memerhatika gerak-gerik Dila.
“aku
mau menjadi kekasihmu, Rezaku sayang kita resmi pacaran”, Reza membalas pelukan
Dila. “makasih Dila, kita mencoba bersama tuk ke depan.”, ungkap Reza dengan
bahagia.
“iya,
biar Dilema yang menyaksikan kita”, canda Dila.
“Dilema
bukan nama orang sayang”, sergah Reza melepas pelukannya. Dila pun tertawa,
diikuti Reza yang menahan geli.
“Selamat
ya, semoga kalian langgeng. Aku lah si delima itu, aku akan pergi dan kalian
gak akan dirundung perasaan dilema lagi.”, kata Wisnu tersenyum dan Reza
memeluknya. Dila hanya diam dan tersenyum. Siska yang sedari tadi menyaksikan
kejadian itu, ikut mendekat dan bergabung. Dan mereka pun tersenyum.
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar