Minggu, 21 September 2014

Dalam Dilema


           Larut malam ini hanya bintang-bintang yang menemani dalam kesendirian dan kesunyian Dila. Sesosok gadis manis dengan rambut panjang tergurai. Dalam diam dia menerawang kembali disaat Reza sahabatnya, memberi siraman kesejukan ke dalam hatinya.
            “Maukah kamu menjadi kekasihku?”, ungkapan yang dikemas rapi oleh Reza, ternyata membuat Dila berfikir dan terus berfikir. Dan hanya air mata hangat yang menganak sungai di atas pipi manis Dila, yang seakan air mata itulah yang menjawab. Dila hanya diam.
            “Dila, jangan menangis..aku tau perasaanmu kok, tapi aku hanya ingin kau juga tau apa yang aku rasain. Ya perasaanku ke kamu yang sebenarnya.”, dengan perasaan cemas Reza memegang pundak dan menyeka air mata Dila yang hampir terjatuh lagi.
            Dila yang tidak bisa menahan kekuatan hatinya, seakan mengalir kekuatan dan ketegaran yang mengalir dari tangan Reza yang memegang pundaknya. Dan Dila pun berlari.
            “Dila...”, teriakan terakhir Reza masih terngiang.
            “Reza, maafin aku, sebenarnya dalam waktu singkat hati ini telah memberi sebersit harapan kau singgah di dalamnya. Namun aku masih ragu, aku belum siap.”, hati Dila merintih. “Mungkin bintang yang tersenyum itu ‘kan menjadi saksi bisu atas perasaanku ini.”, lanjutnya, Dila tak tahu apakah dia harus tersenyum atau menangis.
***
            Di sekolah Dila melihat Reza yang tengah asyik bercengkerama dengan Siska, sahabat karibnya. Dila cemburu!
            “Siska, tuh si Dila. Rencana kita berhasil. Pasti dia jealous melihat kita berdua. Lihat deh. Ayu kita panggil dia bareng.”, ucap Reza dengan kekuatan Pe-De nya.
            “iya tuh, hahaha. Ayo kita panggil.”, Siska yang dulu pernah berharap menjadi kekasih Reza memainkan drama dengan apik.
            “Dilaaa....”, teriak Reza dan Siska kompak. Dila pun menghentikan lari kecilnya.
            “aduuh gimana siih...aku ingin membuang perasaanku ini. Ya Tuhan, emang nasib tak bisa terelak”,gumam Dila sembari menata nafasnya.
            “iya”, jawab Dila akhirnya. Dengan cepat Reza dan Siska melangkah mendekati Dila.
            “sini ngobrol dulu lah, lagian masih lama kan bel masuknya? En gak ada PR juga”, Siska yang satu kelas dengan Dila menggagalkan rencananya.
            “eh, iya..ehmm”, Dila gagap.” Iya deh, biasalah siswi rajin sok buru-buru gitu, takut telat katanya”, canda Dila menghilangkan kegagapannya.
            “hahaha, ada-ada aja. Ya udah by the way en busway kalian udah sarapan belum?”, tanya Siska menyapu pandangan ke arah Dila dan Reza.
            “udah”, jawab Dila dan Reza kompak.
            “ehm ya udah, berarti cuman perutku doang dong, yang protes belum sarapan. Ya udah kalian ngobrol dulu ya. Aku mau cari makan. Daaa.”, sambil berlalu, Siska mengerlipkan matanya ke Reza dan Reza pun membalasnya. Dila yang melihatnya merasa aneh.
            Sorot mata Reza membuat Dila menundukkan kepala. Di tengah hilir mudik para siswa. Udara masih terasa sejuk menampar rambut Dila yang tergurai rapi. Reza yang tengah tersadar segera melontarkan gombalannya ala Raja Gombal.
            “tau gak bedanya kamu sama angin?”
            “apa?”, sedikit kaget Dila menatap wajah Reza.
            “kalo angin membawa kesejukan, tapi kalo kamu membawa cinta untukku”, Reza mengerlingkan matanya dengan nakal.
            “hehe, bisa aja kamu.”, Dila tersipu malu.
            Dila menyapu pandangan di sekitarnya. Dia merasa ada yang ganjil. Ditatapnya mata Reza lagi, namun bukan itu yang membuatnya merasa ganjil. Dia mencari-cari lagi. Reza yang melihat tingkah laku pujaan hatinya itu, ikut memandang di sekelilingnya. Bingung.
            Di seberang Wisnu telah berdiri lama dan menatap apa yang dilakukan Dila dan Reza. Dila menemukannya. Perasaan yang ganjil itu, ternyata dari Wisnu, sosok yang menghancurkan hati dan harapan Dila. Yang telah berpaling dari Dila, setelah hati Dila diberikan sepenuhnya kepada Wisnu. Dila dan Wisnu beradu pandang..
            “Reza peluk aku.”, pinta Dila. Reza pun mengabulkannya
            Reza kembali bingung, namun sekejap dia melihat Wisnu. Dan kebingungan yang dibuat oleh Dila seakan terjawab.
            “bukan begini caranya, Dil.”, Reza melepas pelukannya dan memanggil Wisnu, teman satu team basket di sekolahnya. “sini guys,”, lanjut Reza.
            “hai Za, hai Dil.”, sapa Wisnu datar. Dila menahan diri, berusaha agar tak diselimuti oleh emosi dan airmata.
            “tau gak sih kamu tuh udah bikin Dila merasa begitu sakit. Dan kau tahu hatinya pun hampir beku. Itu semua karena ulah bodohmu!”, Reza emosi.
Dila tak berani menatap wajah Reza yang serius. Dila menata hatinya. Ya, Dila bingung, berada diantara orang yang dulu dicintainya dan yang mencintainya.
“untung ada aku. Aku akan berusaha mencairkan hatinya.”, lanjut Reza dengan sombong dan sinis.
Wisnu berpaling pada Dila. “Dil, apa yang harus aku lakukan untuk menebus salahku ini? Apa aku harus kembali padamu, untuk memperbaiki hatimu yang sakit?”
sorry Wis, aku telah begitu sakit karenamu. Dan aku enggak mau itu terulang lagi. Kau sadar gak sih, aku udah berusaha menjaga hubungan kita tapi kau menghancurkannya dengan alasan tak logis pula! Saat ini aku hanya ingin Reza yang mencairkan dan menemani hatiku. Bukan kamu dan ulah busukmu.”
“tapi, kenapa kamu masih ragu dan bimbang, Dil?”, tanya Wisnu pasrah.
Dila menatap mata Reza dan menjaga perasaan Reza. Dila tak ingin menyakitinya. Reza tersenyum memberi kekuatan pada diri Dila.
“karna kamu, belum sepenuhnya mencintai kekasihmu Renata dengan tulus”, Dila menatap mata Wisnu dengan tajam.”aku tau semua akan dirimu, Wisnu. Tapi kau tak perlu tau dari siapa aku bisa mengetahui semuanya! Kenapa kau menyakiti perasaan wanita yang kau sayang dan menyayangi kamu tuk wanita lain, entah pikiran apa yang merasuki dalam benakmu..”,
“....”, Wisnu dan Reza terdiam.
“ku tak mau menyakiti hati Reza. Sungguh aku benar-benar menginginkannya. Kenapa aku ragu? Karena apakah aku siap merindukannya saat jauh nanti. Dan aku bimbang, jika kau akan kembali lagi padaku...”
“Wisnu, kamu harus minta maaf padanya dengan tulus, hilangkan semua egomu.”, Reza menyela perkataan Dila dengan tenang saat emosi telah menyerangnya.
“Dila, aku memang menyayangimu, kita telah habiskan waktu yang lama untuk bersama, namun aku juga telah menyakitimu. Sekarang terserah kamu, janganlah kau ragu dan bimbang lagi, karna ku telah sadar kalo aku gak mungkin nyakitin wanita kedua kalinya. Ku akan dan sangat mencintai Renata.”
“makasih atas semuanya”, ucap Dila ketus. Dan dia berjalan dan berhenti tepat di depan wajah Wisnu.”makasih atas semuanya”, Dila mengulang dengan air mata. Bukan air mata karna sakit hati, tapi air mata lega. Dila mengusap air mata dan memegang pundak Wisnu untuk mengalirkan rasa leganya. Dan secepat mungkin Dila berbalik arah dan memeluk Reza, yang tengah memerhatika gerak-gerik Dila.
“aku mau menjadi kekasihmu, Rezaku sayang kita resmi pacaran”, Reza membalas pelukan Dila. “makasih Dila, kita mencoba bersama tuk ke depan.”, ungkap Reza dengan bahagia.
“iya, biar Dilema yang menyaksikan kita”, canda Dila.
“Dilema bukan nama orang sayang”, sergah Reza melepas pelukannya. Dila pun tertawa, diikuti Reza yang menahan geli.
“Selamat ya, semoga kalian langgeng. Aku lah si delima itu, aku akan pergi dan kalian gak akan dirundung perasaan dilema lagi.”, kata Wisnu tersenyum dan Reza memeluknya. Dila hanya diam dan tersenyum. Siska yang sedari tadi menyaksikan kejadian itu, ikut mendekat dan bergabung. Dan mereka pun tersenyum.

SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar