Selasa, 23 September 2014

Jika Kau Untuknya

Taukah kau perasaan seorang wanita?
Seorang wanita yang memahami perasaan laki-lakinya?
Dia mempunyai perasaan yang lebih ketika kau beri mawar untuknya
Walau ternyata kau ragu untuk memberinya...

Apa yang kau rasakan saat itu?
Dengan perasaan ragumu
Wanita itu sangat bahagia
Bahagia jalan denganmu, bahagia dengan mawarmu

Suatu kepastian diyakini olehnya
Bahwa kau hanya lah untuknya
Tapi rasa kau melayang
Melayang iba kepada sosok wanita lain yang mencintamu

Jujur... Kau jujur tentang itu..
Berpikirlah!!! Bagaimana perasaannya saat itu??
Hancurrr... Bahagianya hancur seketika
Menangis seketika

"Bahagialah dengannya, dan akupun akan Bahagia"
BOHONG!!!
Wanita itu dustai perasaannya.
Dia sangat hancur, namun tetap menyimpan mawarnya....

(Semarang, 23 September 2014; 19.51)




Minggu, 21 September 2014

Dalam Dilema


           Larut malam ini hanya bintang-bintang yang menemani dalam kesendirian dan kesunyian Dila. Sesosok gadis manis dengan rambut panjang tergurai. Dalam diam dia menerawang kembali disaat Reza sahabatnya, memberi siraman kesejukan ke dalam hatinya.
            “Maukah kamu menjadi kekasihku?”, ungkapan yang dikemas rapi oleh Reza, ternyata membuat Dila berfikir dan terus berfikir. Dan hanya air mata hangat yang menganak sungai di atas pipi manis Dila, yang seakan air mata itulah yang menjawab. Dila hanya diam.
            “Dila, jangan menangis..aku tau perasaanmu kok, tapi aku hanya ingin kau juga tau apa yang aku rasain. Ya perasaanku ke kamu yang sebenarnya.”, dengan perasaan cemas Reza memegang pundak dan menyeka air mata Dila yang hampir terjatuh lagi.
            Dila yang tidak bisa menahan kekuatan hatinya, seakan mengalir kekuatan dan ketegaran yang mengalir dari tangan Reza yang memegang pundaknya. Dan Dila pun berlari.
            “Dila...”, teriakan terakhir Reza masih terngiang.
            “Reza, maafin aku, sebenarnya dalam waktu singkat hati ini telah memberi sebersit harapan kau singgah di dalamnya. Namun aku masih ragu, aku belum siap.”, hati Dila merintih. “Mungkin bintang yang tersenyum itu ‘kan menjadi saksi bisu atas perasaanku ini.”, lanjutnya, Dila tak tahu apakah dia harus tersenyum atau menangis.
***
            Di sekolah Dila melihat Reza yang tengah asyik bercengkerama dengan Siska, sahabat karibnya. Dila cemburu!
            “Siska, tuh si Dila. Rencana kita berhasil. Pasti dia jealous melihat kita berdua. Lihat deh. Ayu kita panggil dia bareng.”, ucap Reza dengan kekuatan Pe-De nya.
            “iya tuh, hahaha. Ayo kita panggil.”, Siska yang dulu pernah berharap menjadi kekasih Reza memainkan drama dengan apik.
            “Dilaaa....”, teriak Reza dan Siska kompak. Dila pun menghentikan lari kecilnya.
            “aduuh gimana siih...aku ingin membuang perasaanku ini. Ya Tuhan, emang nasib tak bisa terelak”,gumam Dila sembari menata nafasnya.
            “iya”, jawab Dila akhirnya. Dengan cepat Reza dan Siska melangkah mendekati Dila.
            “sini ngobrol dulu lah, lagian masih lama kan bel masuknya? En gak ada PR juga”, Siska yang satu kelas dengan Dila menggagalkan rencananya.
            “eh, iya..ehmm”, Dila gagap.” Iya deh, biasalah siswi rajin sok buru-buru gitu, takut telat katanya”, canda Dila menghilangkan kegagapannya.
            “hahaha, ada-ada aja. Ya udah by the way en busway kalian udah sarapan belum?”, tanya Siska menyapu pandangan ke arah Dila dan Reza.
            “udah”, jawab Dila dan Reza kompak.
            “ehm ya udah, berarti cuman perutku doang dong, yang protes belum sarapan. Ya udah kalian ngobrol dulu ya. Aku mau cari makan. Daaa.”, sambil berlalu, Siska mengerlipkan matanya ke Reza dan Reza pun membalasnya. Dila yang melihatnya merasa aneh.
            Sorot mata Reza membuat Dila menundukkan kepala. Di tengah hilir mudik para siswa. Udara masih terasa sejuk menampar rambut Dila yang tergurai rapi. Reza yang tengah tersadar segera melontarkan gombalannya ala Raja Gombal.
            “tau gak bedanya kamu sama angin?”
            “apa?”, sedikit kaget Dila menatap wajah Reza.
            “kalo angin membawa kesejukan, tapi kalo kamu membawa cinta untukku”, Reza mengerlingkan matanya dengan nakal.
            “hehe, bisa aja kamu.”, Dila tersipu malu.
            Dila menyapu pandangan di sekitarnya. Dia merasa ada yang ganjil. Ditatapnya mata Reza lagi, namun bukan itu yang membuatnya merasa ganjil. Dia mencari-cari lagi. Reza yang melihat tingkah laku pujaan hatinya itu, ikut memandang di sekelilingnya. Bingung.
            Di seberang Wisnu telah berdiri lama dan menatap apa yang dilakukan Dila dan Reza. Dila menemukannya. Perasaan yang ganjil itu, ternyata dari Wisnu, sosok yang menghancurkan hati dan harapan Dila. Yang telah berpaling dari Dila, setelah hati Dila diberikan sepenuhnya kepada Wisnu. Dila dan Wisnu beradu pandang..
            “Reza peluk aku.”, pinta Dila. Reza pun mengabulkannya
            Reza kembali bingung, namun sekejap dia melihat Wisnu. Dan kebingungan yang dibuat oleh Dila seakan terjawab.
            “bukan begini caranya, Dil.”, Reza melepas pelukannya dan memanggil Wisnu, teman satu team basket di sekolahnya. “sini guys,”, lanjut Reza.
            “hai Za, hai Dil.”, sapa Wisnu datar. Dila menahan diri, berusaha agar tak diselimuti oleh emosi dan airmata.
            “tau gak sih kamu tuh udah bikin Dila merasa begitu sakit. Dan kau tahu hatinya pun hampir beku. Itu semua karena ulah bodohmu!”, Reza emosi.
Dila tak berani menatap wajah Reza yang serius. Dila menata hatinya. Ya, Dila bingung, berada diantara orang yang dulu dicintainya dan yang mencintainya.
“untung ada aku. Aku akan berusaha mencairkan hatinya.”, lanjut Reza dengan sombong dan sinis.
Wisnu berpaling pada Dila. “Dil, apa yang harus aku lakukan untuk menebus salahku ini? Apa aku harus kembali padamu, untuk memperbaiki hatimu yang sakit?”
sorry Wis, aku telah begitu sakit karenamu. Dan aku enggak mau itu terulang lagi. Kau sadar gak sih, aku udah berusaha menjaga hubungan kita tapi kau menghancurkannya dengan alasan tak logis pula! Saat ini aku hanya ingin Reza yang mencairkan dan menemani hatiku. Bukan kamu dan ulah busukmu.”
“tapi, kenapa kamu masih ragu dan bimbang, Dil?”, tanya Wisnu pasrah.
Dila menatap mata Reza dan menjaga perasaan Reza. Dila tak ingin menyakitinya. Reza tersenyum memberi kekuatan pada diri Dila.
“karna kamu, belum sepenuhnya mencintai kekasihmu Renata dengan tulus”, Dila menatap mata Wisnu dengan tajam.”aku tau semua akan dirimu, Wisnu. Tapi kau tak perlu tau dari siapa aku bisa mengetahui semuanya! Kenapa kau menyakiti perasaan wanita yang kau sayang dan menyayangi kamu tuk wanita lain, entah pikiran apa yang merasuki dalam benakmu..”,
“....”, Wisnu dan Reza terdiam.
“ku tak mau menyakiti hati Reza. Sungguh aku benar-benar menginginkannya. Kenapa aku ragu? Karena apakah aku siap merindukannya saat jauh nanti. Dan aku bimbang, jika kau akan kembali lagi padaku...”
“Wisnu, kamu harus minta maaf padanya dengan tulus, hilangkan semua egomu.”, Reza menyela perkataan Dila dengan tenang saat emosi telah menyerangnya.
“Dila, aku memang menyayangimu, kita telah habiskan waktu yang lama untuk bersama, namun aku juga telah menyakitimu. Sekarang terserah kamu, janganlah kau ragu dan bimbang lagi, karna ku telah sadar kalo aku gak mungkin nyakitin wanita kedua kalinya. Ku akan dan sangat mencintai Renata.”
“makasih atas semuanya”, ucap Dila ketus. Dan dia berjalan dan berhenti tepat di depan wajah Wisnu.”makasih atas semuanya”, Dila mengulang dengan air mata. Bukan air mata karna sakit hati, tapi air mata lega. Dila mengusap air mata dan memegang pundak Wisnu untuk mengalirkan rasa leganya. Dan secepat mungkin Dila berbalik arah dan memeluk Reza, yang tengah memerhatika gerak-gerik Dila.
“aku mau menjadi kekasihmu, Rezaku sayang kita resmi pacaran”, Reza membalas pelukan Dila. “makasih Dila, kita mencoba bersama tuk ke depan.”, ungkap Reza dengan bahagia.
“iya, biar Dilema yang menyaksikan kita”, canda Dila.
“Dilema bukan nama orang sayang”, sergah Reza melepas pelukannya. Dila pun tertawa, diikuti Reza yang menahan geli.
“Selamat ya, semoga kalian langgeng. Aku lah si delima itu, aku akan pergi dan kalian gak akan dirundung perasaan dilema lagi.”, kata Wisnu tersenyum dan Reza memeluknya. Dila hanya diam dan tersenyum. Siska yang sedari tadi menyaksikan kejadian itu, ikut mendekat dan bergabung. Dan mereka pun tersenyum.

SELESAI

Jumat, 01 Juni 2012

Black Indigo


            Ketika sang mentari telah terpedaya oleh balutan awan hitam yang tebal dengan desiran angin kencang yang membuat pepohonan menari-nari dengan suka citanya. Pukul 07.30 WIB  dalam sekejap di Desa Lukas, Kalimaro seakan tidak ada tanda-tandanya kehidupan. Kini yang ada hanya kegelapan, kesunyian dan kesepian. Masyarakat yang tadinya beraktivtas di pagi hari yang cerah di luar rumah mereka, kini semuanya telah terhenti, mereka memasuki gubuk masing-masing yag telah tertanam lama di atas tanah yang gersang. Penduduk ketakutan jika insiden bulan lalu akan terulang lagi, teringat akan kejadian itu saat matahari terbit dengan senyum ceria akan sinarnya tiba-tiba di baluti oleh awan hitam yang tebal dengan hujan gemericik serta angin yang sangat dahsyat dan terjadilah badai besar yang menyapu semua tempat hunian penduduk Desa Lukas tanpa meninggalkan sisa apa pun dalam waktu yang sangat singkat.
            Dalam gubuk mereka, orangtua merasakan  kekhawatiran akan keberadaan buah hatinya yang telah menapaki susuran jalan menuju sekolahnya untuk menimba ilmu sejak sang mentari masih tersenyum dengan hangat kasih sinarnya.
            Dalam sebuah keluarga yang hanya mempunyai satu petak tanah dengan  bangunan yang sangat sederhana terdapat pasangan suami ‘Antonio’ dan istri ‘Maria’. Dalam kehidupan mereka yang sangaat sederhana ini, telah mendapatkan karuniai seorang putri yang di beri nama “Sheila” yang saat ini tengah menuntut ilmu di bangku kelas 3 SDN Jumow 1 yang jauh dari Desa Lukas.  Dalam diam Sheila selalu melakukan hal-hal yag berbeda dari hari ke hari. Dalam dirinya, Sheila selalu tenang dengan pikirannya yang berkelana.
JJJ
            Saat ini Sheila yang duduk di bangku kelas tiga sedang mengikuti pelajaran Bahasa Inggris, dan selama  pelajaran Bahasa Inggris berlangsung siswa diwajibkan untuk menggunakan bahasa Inggris dalam  kesehariannya. Namun  pada saat ini, keriuhan murid-murid  SDN Jumow 1 yang disebabkan akan takutnya kegelapan kini terdengar jelas. Mrs.Renata (guru Bahasa Inggris)  yang tengah mengajar di ruang kelas 3, merasa bingung untuk menghilangkan rasa takut murid-muridnya.
“My student, come here please....I’m so worry if this darkness will make all of you be frightened, dear....!!!!”,teriak Mrs.Renata sangat khawatir.
Lalu semua murid berlari ketakutan memeluk dan menyerubungi Mrs.Renata, kecuali Sheila yang tetep duduk terdiam dalam kegelapan di kursi pojok kesayangannya itu.
“Yeah Mrs,...I’m so afraiiiiid. I wanna back to my parents,hiks....hiks....hiks..”,isak tangis Thyska yang mulai terdengar.
“Yes Mrs........We’re too.,”,sahut teman-temannya yang lain.
“Don’t afraid darling, I’m always in beside you....,”,sela Mrs.Renata menenangkan.
“My student lets pray to God may this time willn’t happen an incident..”.pinta Mrs.Renata .Dan dalam sejenak murid-murid berdo’a walaupun masih terdengar isak tangis ketakutan mereka.
Seketika Mrs.Renata melihat sekeliling kelas, adakah muridnya yang tengah terpisah darinya, dan akhirnya Mrs.Renata menemukan sesosok Sheila yang duduk terdiam di pojok ruang kelasnya.
“Sheilaaa, what are you doing there..?Lets come here as your friends, Sheila.”Seru Mrs.Renata. Sheila tidak menggubris perkataan Mrs.Renata dan tetap tidak bangkit dari tempat duduk kesayangannya.
“Sheilaaaa,listen me please..!!!”,seru Mrs.Renata
“Sheila....come here please..”,minta Mrs.Renata hampir putus asa
“Why you ask me to do that, I to do something just from my self ask.”terang sheila akhirnya.
“What are you speak Sheila????Come here please,now...!!”,seru dalton dan teman-temannya.
“Sheila, for this time you have to do my ask,please...I’m so worry if this darkness is a sign will happen an incident for a view time later, as last month,dear.”
“Mrs, I sure this time willn’t be happen an incident as your mind, maybe later this night.”sergah Sheila dan  kembali termenung dengan pikirannya.
“Why you say like that, I’m not really believe to your mind,dear.....”
“ok, if you not believe me, I will run away from this class and go home...”,tantang Sheila sembari melangkah ke arah Mrs.Renata dan menatap matanya dengan tajam yang tengah duduk di depan kelas dengan murid-murid yang menyerubunginya.
“Don’t you do it! Sheila the danger will come in the outside, and now the wind blow strongly, and your home so long from here...”cegah Mrs.Renata
Sheila tetap berjalan dengan langkah cepat melewati guru dan teman-temannya. Mrs.Renata tidak mampu untuk mencegahnya, karena saat ini dia di kerumuni oleh semua muridnya yang takut akan kegelapan dengan angin yang berhembus kencang mengiringinya. Mrs.Renata tidak mungkin meninggalkan semua siswanya hanya karena menghampiri tuk mencegah keberanian Sheila itu. Tapi Mrs.Renata hendak berdiri untuk mencegahnya.
“Don’t leave us,we are so afraid,Mrs....!!”,pinta Sunny. Sesaat Mrs.Renata mengurungkan niatnya.
“Sheilaaaaa, don’t reckless please..!!”,teriak Dalton yang masih ketakutan.
Kini suasana semakin tegang, namun Sheila acuh kepada suara-suara yang ada di belakang kepalanya dan tetap berlari meninggalkan sekolah itu dengan kencang.
“How Mrs, Sheila run away in darkness and the wind blow strongly??”ucap Sunny yang khawatir akan keselamatan temannya.
“Sunny and my student, we just to pray God, may sheila arrived in her house safely.”tenang Mrs.Renata
“Ok,Mrs......”,jawab anak-anak serempak.
Dalam do’a Mrs.Renata bertanya-tanya dalam  hati, “Oh Tuhan kenapa anak itu begitu susah untuk diatur dan sangat pemberani, aku hanya ingin anak itu selamat dia masih begitu kecil untuk kembali ke rumah orang tuanya yang sangat jauh, dalam cuaca seperti ini dia akan mengarungi jalan setapak hanya seorang diri. OhTuhan lindungilah anak itu .
JJJ
Dalam kegelapan dan hentakan angin kencang yang mengenai dirinya, Sheila tetap berlari, berlari dan berlari. Badai itu akan terjadi malam ini, dan badai itu lebih besar daripada badai  bulan lalu. Sheila menyelamatkan  nyawa kedua orangtuanya yang berada dibalik tubuhnya. Sheila terhantam oleh ranting pepohonan, kayu dan serpihan genting yang disapu oleh badai, dan mengenai wajah mulus Sheila, dan menjadi biru, bengkak, dan berdarah begitu pula dengan tubuhnya yang kecil mungil.Sesaat semua menghantam tubuh Sheila, namun tubuh itu di sekelilingi oleh sinar yang seakan sinar itu melindungi tubuh Sheila dari hantaman-hantaman pepohonan, kayu dan serpihan genting yang menjatuhi tubuhnya. Maka Sheila tak merasakan sakit dalam dirinya.
Sejenak Sheila terhenyak dan menghentikan langkahnya, ternyata semua itu hanya suatu hal yang dilihat Sheila di bawah alam sadarnya. Sheila tidak sadar akan apa yang dilakukannya selama ini, dia hanya menuruti apa kata adrenalin dalam pikirannya. Dia takut jika apa yang dibayangkannya benar-benar akan terjadi pada malam ini. Lalu dia melanjutkan perjalanannya dengan lambat laun dan kini tanpa berlari. Sembari dia ingin menghilangkan apa yang ada dalam pikirannya, tetapi pikiran itu seakan semakin jelas dan dekat dengan kenyataan.
Keadaan Sheila kini mengenaskan untuk dipandang. Rambut yang panjang dan halus kini menjadi kusut dan acak-acakan, seragam bersih yang semula dikenakannya menjadi basah, kusam dan berantakan, tubuhnya pun terasa dingin akibat rerintihan gerimis hujan dan angin kencang yang mengenai tubuhnya di bawah atap langit yang hitam. Di tengah perjalanannya dia bertemu dengan seorang kakek yang menggunakan tongkat untuk berjalan dan berbadan bungkuk. Dan Sheila pun terhenti.
“Hei nak, kenapa kamu keluar di saat cuaca buruk seperti ini???”tanya kakek itu. Sheila tak menyahuti apa yang dikatakan kakek itu tadi.
“Kakek tau nak, kamu pasti sangat kedinginan sehingga kau tak mampu menjawab apa yang aku tanyakan padamu,..”lanjut sang kakek. Namun tak ada  jawaban yang terlontar dari mulut Sheila sedikit pun. Sheila terbayang-bayang sosok Papa-nya yang akan berbadan bungkuk serta memakai tongkat untuk berjalan di saat tua nanti, seperti kakek yang dilihat didepan matanya saat ini. Sheila bergidik ngeri dan melanjutkan perjalanannya tanpa menghiraukan tatapan kosong sang kakek yang bertanya-tanya mengenai diri Sheila dalam hati.
            Dalam jarak 1 km lagi Sheila akan menjumpai rumahnya, yang berjarak 3.5 km dari sekolahnya. Hujan itu seakan sedang bermain, tiba-tiba mengalir dengan derasnya dan akan menjadi gerimis seperti semula. Angin pun kadang terhenti dan berhembus kencang kembali. Namun Sheila tetap berjalan, berjalan dan berjalan tanpa menghiraukan kondisi tubuhnya saat ini. Dia merasa tetap hangat dalam pikirannya yang terus berkelana menuju masa depan.
JJJ
            Setiba di rumahnya, papa dan mamanya tengah berdiri khawatir dan menyahut tubuh mungil Sheila untuk dipeluk. Sheila tetap berdiri dan menatap arah pikirannya ke manapun akan pergi tanpa membalas pelukan orang tuanya.
“Sayang, kami sangat mengkhawatirkan mu, walau kau pulang dalam keadaan seperti ini kami merasa lega karena kau dalam keadaan selamat,nak..”terang mama Maria melepaskan pelukannya. Namun Sheila tak membalas sepatah kata pun,dan dia berlari ke kamarnya. Maria dan Antonio merasa bingung apa yang tengah di alami dan dilakukan oleh putrinya itu.
“Tenang saja Mah, mungkin Sheila capek dan dia harus segera istirahat di kamarnya.”,hibur Antonio kepada istrinya.
            Dalam kesendirian itu, Sheila kembali ke dalam alam bawah sadarnya. Sheila benar-benar takut, namun dia tetap harus bersiap-siap untuk menghadapi apa yang akan terjadi sebenarnya. Di sana Sheila bertemu dengan sesosok makhluk asing yang berbadan tinggi, hitam dengan wajah yang merah menyala dengan gigi yang panjang dan tajam dan jari-jari yang besar dengan kuku yang runcing, seakan makhluk itu sedang marah. . Dia melihat mayat-mayat yang berserakan tak tersisa seorang pun yang hidup termasuk orangtua yang sangat dicintainya. Seketika dia melihat sekelilingnya tubuh Sheila merinding dan akhirnya dia bersembunyi di balik bantal dan selimut tebalnya.
            Kini malam hari tiba, walau cuaca di luar tidak berubah Maria tetap menyiapkan makan malam buat suami dan putri semata wayangnya. Setelah semua siap Antonio da Sheila segera menyantap hidangan yang ada di depan mata. Kini Sheila makan menggunakan asbak besar milik Papanya yang masih bersih mengkilap. Orang tua Sheila hanya menggeleng-geleng melihat tingkah laku putrinya yang aneh itu, seperti waktu lalu Sheila yang makan di centong, mangkuk sayur dan lain sebagainya. Setelah selesai makan, Sheila segera menuju depan pintu rumahnya seakan menyambut badai besar yang akan datang malam ini.
“Sheila, apa yang kau lakukan, kembalilah ke kursimu sayang...Sheila jangan bandel kamu nak....”,bentak papah dan mamahnya bergantian.
Tidak ada sahutan dari diri Sheila, dia tetap berdiri dan menatap kosong.
Angin semakin kencang, hujan mulai mengalir dengan derasnya diiringi oleh suara petir yang menyambar. Ranting pepohonan mulai berjatuhan, Sheila hanya menatap sosok makhluk inggi, hitam, berwajah merah menyala dengan gigi panjang dan tajam serta jari-jari yang besar dengan kuku yang runcing seperti yang dilihat dalam pikirannya pada waktu siang tadi, yang berada di atas pohon kokoh yang hampir menjatuhi rumahnya. Dengan cepat Antonio dan Maria berlari ke depan pintu di belakang putrinya dengan air mata ketegangan dan ketakutan yang telah mengalir.
“Pah-mah, berlindunglah dibalik tubuh Sheila dan jongkoklah.”minta Sheila dengan sorot matanya yang tajam, tanpa kata Atonio dan Maria berniat menyambar tubuh mungil Sheila ke dalam pelukan perlindungannya namun semua telah terlambat.Saat  meraka hendak menyambar tubuh putrinya dari belakang, ranting pepohonan, serpihan genting yang tersapu oleh angin badai telah menghantam tubuh mungil Sheila. Sehingga wajah mulusnya terluka dan berdarah, biru dan bengkak di seluruh tubuhnya. Namun Sheila tetap berdiri seakan tak merasakan sesuatu yang menimpa tubuhnya. Makhluk itu berbicara pada Sheila apabila sehari setelah badai ini desa Lukas  tidak dikosongkan, maka badai ketiga akan datang dan membawa terbang banyak nyawa dari penduduk  desa tersebut.
“Baiklah!!!!” teriak Sheila setuju. Setelah itu badai telah berhenti dan Sheila dipeluk kembali oleh orangtuanya dan Sheila membalas pelukan itu. Baru kali ini Sheila membalas pelukan kedua orangtuanya. Antonio dan Maria segera melepas pelukan putrinya dan membersihkan darah dan luka dari tubuh Sheila, yang ternyata Sheila tak merasakan sakit sedikitpun.
“Kenapa tadi kamu berteriak seperti itu,nak.,?,Apa yang terjadi padamu?”,Tanya Maria khawatir.
“Lihat! Tubuhmu penuh balutan luka dan darah segar, pasti kamu kesakitan sayang..”,Maria mulai menangis dengan keadaan putrinya yang seperti itu.
“Pah-mah biarkan semua orang pindah dari desa ini, karena desa ini telah dikutuk oleh sesosok makhluk seperti gambar di dinding itu, tapi Sheila tetap ingin di sini..!!” terang Sheila sembari menunjuk lukisan usang yang terpajang lama di dinding rumahnya. Dalam hati Antonio yang telah mengerti akan seluk-beluk desa itu, kini telah tersadar, mungkin saat ini lah desa itu harus kembali ke tangan sekelompok makhluk aneh itu yang telah lama menghilang dan kini datang kembali untuk mengambil daerah kekuasaannya.
            Setelah putrinya terpejam, Antonio menceritakan semua sejarah itu kepada istrinya, dan Maria pun menangis karena takutnya. Ketika makhluk itu kembali dan mengambil daerah kekuasaannya, dia akan mendatangkan badai besar yang akan membunuh penduduk yang masih berada di desa itu dan akan menyisakan seseorang yang mempunyai kelebihan dalam dirinya yang belum di ketahui oleh siapapun untuk diambilnya.
“Pah-mah apa arti dari in-di-gie, makhluk itu berkata pada ku, bahwa aku adalah seorang in-di-gie...” tanya Sheila tiba-tiba dengan mengeja kata ‘indigo’ yang asing di telinganya. Ternyata dari tadi dia belum tertidur, hanya memejamkan matanya untuk menggelayuti alam bawah sadarnya. Lalu Sheila kembali ke kamarnya untuk tidur sebelum pertanyaannya di jawab oleh orangtuanya. Antonio mempunyai rencana untuk menceritakan semuanya kepada Sheila tentang seluk beluk desa Lukas ini dan tentang indigo,dan sebenarnya Sheila-lah adalah sesosok anak indigo, tetapi melalui surat yang akan di tinggalkannya di bawah bantal Sheila petang nanti, karena Antonio tahu bahwa dirinya dan Maria tidak akan selamat.
JJJ

            Pagi hari kembali datang dengan sinar cerahnya,dedaunan menari-nari akan buaian angin yang mendesir,  namun tak ada satu anak pun yang berangkat ke sekolah dan terlihat penduduk yang telah berkemas-kemas untuk meninggalkan desa itu karena takutnya akan badai. Namun sebagian kecil penduduk dan Antonio beserta istri dan Sheila masih tetap tinggal di desa itu karena permintaan putrinya. Waktu demi waktu berjalan dengan lancar, walau Sheila tetap melakukan hal-hal aneh yang diinginkannya. Saat petang tiba Antonia menyelipkan surat di bawah bantal Sheila ketika Sheila dengan bermain dengan kancing bajunya di samping Maria.
            Kembalinya pagi hari ini, badai yang dijanjikan oleh makhluk asing itu benar-benar terjadi. Badai yang besar dengan getaran gempa yang menggoncang tanah Lukas, penduduk yang masih berada di sana  hanya berlari pasrah. Sheila memberontak karena dia terbayang-bayang bahwa dia akan di sini seorang diri. Kini Sheila tak memperdulikan pikiran-pikiran itu, dia berusaha melindungi orang-orang yang disayanginya seperti satu hari yag lalu. Namun semuanya tak dapat dipungkiri, orang-orang yang disayangi dan dilindungi oleh Sheila terhantam Pohon yang besar dari arah yag berbeda, dua pasang suami istri tertimbun batu besar yang tergelincir dari atas bukit, tiga remaja tertancap dahan yang runcing di dadanya, empat anak kecil tertimbun tanah, dan orang tua Sheila sendiri telah tiada karena terhantam pohon besar. Kini semuanya tak bernyawa, rumah-rumah rata dengan tenah.
            Sheila tak merasakan sakit akan luka dalam  tubuh Sheila yang parah, hampir di selimuti oleh darah segar di seluruh tubuhnya dia tetap kembali menuju puing-puing kamarnya yang tak tersisa, dia mencari sebuah surat yang ditulis oleh papahnya, walau Sheila sudah mengetahui semuanya namun Sheila ingin menyimpan satu kenangan tulisan terakihir dari papahnya.
            Di depan mayat orang-orang yang di sayanginya, Sheila membaca surat itu dengan tangisan yang keras dan tersedu-sedu,dan berkata
INIKAH PERJALANAN KISAH INDIGO DAN INIKAH AKHIR DARI SEMUANYA???