Ketika sang mentari telah terpedaya
oleh balutan awan hitam yang tebal dengan desiran angin kencang yang membuat
pepohonan menari-nari dengan suka citanya. Pukul 07.30 WIB dalam sekejap di Desa Lukas, Kalimaro seakan
tidak ada tanda-tandanya kehidupan. Kini yang ada hanya kegelapan, kesunyian
dan kesepian. Masyarakat yang tadinya beraktivtas di pagi hari yang cerah di
luar rumah mereka, kini semuanya telah terhenti, mereka memasuki gubuk
masing-masing yag telah tertanam lama di atas tanah yang gersang. Penduduk
ketakutan jika insiden bulan lalu akan terulang lagi, teringat akan kejadian
itu saat matahari terbit dengan senyum ceria akan sinarnya tiba-tiba di baluti
oleh awan hitam yang tebal dengan hujan gemericik serta angin yang sangat dahsyat
dan terjadilah badai besar yang menyapu semua tempat hunian penduduk Desa Lukas
tanpa meninggalkan sisa apa pun dalam waktu yang sangat singkat.
Dalam gubuk mereka, orangtua
merasakan kekhawatiran akan keberadaan
buah hatinya yang telah menapaki susuran jalan menuju sekolahnya untuk menimba
ilmu sejak sang mentari masih tersenyum dengan hangat kasih sinarnya.
Dalam sebuah keluarga yang hanya mempunyai
satu petak tanah dengan bangunan yang
sangat sederhana terdapat pasangan suami ‘Antonio’ dan istri ‘Maria’. Dalam
kehidupan mereka yang sangaat sederhana ini, telah mendapatkan karuniai seorang
putri yang di beri nama “Sheila” yang saat ini tengah menuntut ilmu di bangku
kelas 3 SDN Jumow 1 yang jauh dari Desa Lukas. Dalam diam Sheila selalu melakukan hal-hal yag
berbeda dari hari ke hari. Dalam dirinya, Sheila selalu tenang dengan
pikirannya yang berkelana.
JJJ
Saat ini Sheila yang duduk di bangku
kelas tiga sedang mengikuti pelajaran Bahasa Inggris, dan selama pelajaran Bahasa Inggris berlangsung siswa
diwajibkan untuk menggunakan bahasa Inggris dalam kesehariannya. Namun pada saat ini, keriuhan
murid-murid SDN Jumow 1 yang disebabkan akan takutnya
kegelapan kini terdengar jelas. Mrs.Renata (guru Bahasa Inggris) yang tengah
mengajar di ruang kelas 3, merasa bingung untuk menghilangkan rasa takut
murid-muridnya.
“My
student, come here please....I’m so worry if this darkness will make all of you
be frightened, dear....!!!!”,teriak Mrs.Renata sangat khawatir.
Lalu
semua murid berlari ketakutan memeluk dan menyerubungi Mrs.Renata, kecuali
Sheila yang tetep duduk terdiam dalam kegelapan di kursi pojok kesayangannya
itu.
“Yeah
Mrs,...I’m so afraiiiiid. I wanna back to my
parents,hiks....hiks....hiks..”,isak tangis Thyska yang mulai terdengar.
“Yes
Mrs........We’re too.,”,sahut teman-temannya yang lain.
“Don’t
afraid darling, I’m always in beside you....,”,sela Mrs.Renata menenangkan.
“My
student lets pray to God may this time willn’t happen an incident..”.pinta Mrs.Renata
.Dan dalam sejenak murid-murid berdo’a walaupun masih terdengar isak tangis
ketakutan mereka.
Seketika
Mrs.Renata melihat sekeliling kelas,
adakah muridnya yang tengah terpisah darinya, dan akhirnya Mrs.Renata menemukan
sesosok Sheila yang duduk terdiam
di pojok ruang kelasnya.
“Sheilaaa,
what are you doing there..?Lets come here as your friends, Sheila.”Seru
Mrs.Renata. Sheila tidak menggubris perkataan Mrs.Renata dan tetap tidak
bangkit dari tempat duduk kesayangannya.
“Sheilaaaa,listen
me please..!!!”,seru Mrs.Renata
“Sheila....come
here please..”,minta Mrs.Renata hampir putus asa
“Why
you ask me to do that, I to do something just from my self ask.”terang sheila
akhirnya.
“What
are you speak Sheila????Come here please,now...!!”,seru dalton dan teman-temannya.
“Sheila,
for this
time you have to do my ask,please...I’m so worry if this darkness is a sign
will happen an incident for a view time later, as last month,dear.”
“Mrs,
I sure this time willn’t be happen an incident as your mind, maybe later this
night.”sergah Sheila dan kembali termenung dengan pikirannya.
“Why
you say like that, I’m not really believe to your mind,dear.....”
“ok,
if you not believe me, I will run away from this class and go home...”,tantang
Sheila sembari melangkah ke arah Mrs.Renata dan menatap matanya dengan tajam yang
tengah duduk di depan kelas dengan murid-murid yang menyerubunginya.
“Don’t
you do it! Sheila the danger will come in the outside, and now the wind blow
strongly, and your home so long from here...”cegah Mrs.Renata
Sheila
tetap berjalan dengan langkah cepat melewati guru dan teman-temannya.
Mrs.Renata tidak mampu untuk mencegahnya, karena saat ini dia di kerumuni oleh
semua muridnya yang takut akan kegelapan dengan angin yang berhembus kencang
mengiringinya. Mrs.Renata tidak mungkin meninggalkan semua siswanya hanya
karena menghampiri tuk mencegah keberanian Sheila itu. Tapi Mrs.Renata hendak
berdiri untuk mencegahnya.
“Don’t
leave us,we are so afraid,Mrs....!!”,pinta Sunny. Sesaat Mrs.Renata
mengurungkan niatnya.
“Sheilaaaaa,
don’t reckless please..!!”,teriak Dalton yang masih ketakutan.
Kini
suasana semakin tegang, namun Sheila acuh kepada suara-suara yang ada di
belakang kepalanya dan tetap berlari meninggalkan sekolah itu dengan kencang.
“How
Mrs, Sheila run away in darkness and the wind blow strongly??”ucap Sunny yang
khawatir akan keselamatan temannya.
“Sunny
and my student, we just to pray God, may sheila arrived in her house
safely.”tenang Mrs.Renata
“Ok,Mrs......”,jawab
anak-anak serempak.
Dalam
do’a Mrs.Renata bertanya-tanya dalam hati,
“Oh Tuhan kenapa anak itu begitu susah untuk diatur dan sangat pemberani, aku
hanya ingin anak itu selamat dia masih begitu kecil untuk kembali ke rumah
orang tuanya yang sangat jauh, dalam cuaca seperti ini dia akan mengarungi
jalan setapak hanya seorang diri. OhTuhan
lindungilah anak itu .
JJJ
Dalam
kegelapan dan hentakan angin kencang yang mengenai dirinya, Sheila tetap
berlari, berlari dan berlari.
Badai
itu akan terjadi malam ini, dan badai itu lebih besar daripada badai bulan lalu. Sheila menyelamatkan nyawa kedua orangtuanya yang berada dibalik
tubuhnya. Sheila terhantam oleh ranting pepohonan, kayu dan serpihan genting
yang disapu oleh badai, dan mengenai wajah mulus Sheila, dan menjadi biru,
bengkak, dan berdarah begitu pula dengan tubuhnya yang kecil mungil.Sesaat
semua menghantam tubuh Sheila, namun tubuh itu di sekelilingi oleh sinar yang
seakan sinar itu melindungi tubuh Sheila dari hantaman-hantaman pepohonan, kayu
dan serpihan genting yang menjatuhi tubuhnya. Maka Sheila tak merasakan sakit
dalam dirinya.
Sejenak
Sheila terhenyak dan menghentikan langkahnya, ternyata semua itu hanya suatu hal
yang dilihat Sheila di bawah alam sadarnya. Sheila tidak sadar akan apa yang
dilakukannya selama ini, dia hanya menuruti apa kata adrenalin dalam
pikirannya. Dia takut jika apa yang dibayangkannya benar-benar akan terjadi
pada malam ini. Lalu dia melanjutkan perjalanannya dengan lambat laun dan kini tanpa berlari.
Sembari dia ingin menghilangkan apa yang ada dalam pikirannya, tetapi pikiran
itu seakan semakin jelas dan dekat dengan kenyataan.
Keadaan
Sheila kini mengenaskan untuk dipandang. Rambut yang panjang dan halus kini
menjadi kusut dan acak-acakan, seragam bersih yang semula dikenakannya menjadi basah,
kusam dan berantakan, tubuhnya pun terasa dingin akibat rerintihan gerimis
hujan dan angin kencang yang mengenai tubuhnya di bawah atap langit yang hitam.
Di tengah perjalanannya dia bertemu dengan seorang kakek yang menggunakan
tongkat untuk berjalan dan berbadan bungkuk. Dan Sheila pun terhenti.
“Hei
nak, kenapa kamu keluar di saat cuaca buruk seperti ini???”tanya kakek itu.
Sheila tak menyahuti apa yang dikatakan kakek itu tadi.
“Kakek
tau nak, kamu pasti sangat kedinginan sehingga kau tak mampu menjawab apa yang
aku tanyakan padamu,..”lanjut sang kakek. Namun tak ada jawaban yang terlontar dari mulut Sheila
sedikit pun. Sheila terbayang-bayang sosok Papa-nya yang akan berbadan bungkuk
serta memakai tongkat untuk berjalan di saat tua nanti, seperti kakek yang
dilihat didepan matanya saat ini. Sheila bergidik ngeri dan melanjutkan
perjalanannya tanpa menghiraukan tatapan kosong sang kakek yang bertanya-tanya
mengenai diri Sheila dalam hati.
Dalam jarak 1 km lagi Sheila akan
menjumpai rumahnya, yang berjarak 3.5 km dari sekolahnya. Hujan itu seakan
sedang bermain, tiba-tiba mengalir dengan derasnya dan akan menjadi gerimis
seperti semula. Angin pun kadang terhenti dan berhembus kencang kembali. Namun
Sheila tetap berjalan, berjalan dan berjalan tanpa menghiraukan kondisi
tubuhnya saat ini. Dia merasa tetap hangat dalam pikirannya yang terus
berkelana menuju masa depan.
JJJ
Setiba di rumahnya, papa dan mamanya
tengah berdiri khawatir dan menyahut tubuh mungil Sheila untuk dipeluk. Sheila
tetap berdiri dan menatap arah pikirannya ke manapun akan pergi tanpa membalas
pelukan orang tuanya.
“Sayang,
kami sangat mengkhawatirkan mu, walau kau pulang dalam keadaan seperti ini kami
merasa lega karena kau dalam keadaan selamat,nak..”terang
mama Maria melepaskan pelukannya. Namun Sheila tak membalas sepatah kata
pun,dan dia berlari ke kamarnya. Maria dan Antonio merasa bingung apa yang
tengah di alami dan dilakukan oleh putrinya itu.
“Tenang
saja Mah, mungkin Sheila capek dan dia harus segera istirahat di
kamarnya.”,hibur Antonio kepada istrinya.
Dalam kesendirian itu, Sheila
kembali ke dalam alam bawah sadarnya. Sheila benar-benar takut, namun dia tetap
harus bersiap-siap untuk menghadapi apa yang akan terjadi sebenarnya. Di sana Sheila bertemu
dengan sesosok makhluk asing yang berbadan tinggi, hitam dengan wajah yang
merah menyala dengan gigi yang panjang dan tajam dan jari-jari yang besar
dengan kuku yang runcing, seakan makhluk itu sedang marah. . Dia melihat mayat-mayat yang berserakan tak tersisa
seorang pun yang hidup termasuk orangtua yang sangat dicintainya. Seketika
dia melihat sekelilingnya tubuh Sheila merinding dan akhirnya dia bersembunyi
di balik bantal dan selimut tebalnya.
Kini malam hari tiba, walau cuaca di
luar tidak berubah Maria tetap menyiapkan makan malam buat suami dan putri
semata wayangnya. Setelah semua siap Antonio da Sheila segera menyantap
hidangan yang ada di depan mata. Kini Sheila makan menggunakan asbak besar
milik Papanya yang masih bersih mengkilap. Orang tua Sheila hanya
menggeleng-geleng melihat tingkah laku putrinya yang aneh itu, seperti waktu
lalu Sheila yang makan di centong, mangkuk sayur dan lain sebagainya. Setelah
selesai makan, Sheila segera menuju depan pintu rumahnya seakan menyambut badai
besar yang akan datang malam ini.
“Sheila,
apa yang kau lakukan, kembalilah ke kursimu sayang...Sheila jangan bandel kamu
nak....”,bentak papah dan mamahnya bergantian.
Tidak ada sahutan dari diri Sheila, dia tetap berdiri
dan menatap kosong.
Angin
semakin kencang, hujan mulai mengalir dengan derasnya diiringi oleh suara petir
yang menyambar. Ranting pepohonan mulai berjatuhan, Sheila hanya menatap sosok
makhluk inggi, hitam, berwajah merah menyala dengan gigi panjang dan tajam
serta jari-jari yang besar dengan kuku yang runcing seperti yang dilihat dalam
pikirannya pada waktu siang tadi, yang berada di atas pohon kokoh yang hampir
menjatuhi rumahnya. Dengan cepat Antonio dan Maria berlari ke depan pintu di
belakang putrinya dengan air mata ketegangan dan ketakutan yang telah mengalir.
“Pah-mah,
berlindunglah dibalik tubuh Sheila dan jongkoklah.”minta Sheila dengan sorot
matanya yang tajam, tanpa kata Atonio dan Maria berniat menyambar tubuh mungil
Sheila ke dalam pelukan perlindungannya namun semua telah terlambat.Saat meraka hendak menyambar tubuh putrinya dari
belakang, ranting pepohonan, serpihan genting yang tersapu oleh angin badai
telah menghantam tubuh mungil Sheila. Sehingga wajah mulusnya terluka dan berdarah,
biru dan bengkak di seluruh tubuhnya. Namun Sheila tetap berdiri seakan tak
merasakan sesuatu yang menimpa tubuhnya. Makhluk itu berbicara pada Sheila
apabila sehari setelah badai ini desa Lukas tidak dikosongkan, maka badai ketiga akan
datang dan membawa terbang banyak nyawa dari penduduk desa tersebut.
“Baiklah!!!!”
teriak Sheila setuju. Setelah itu badai telah berhenti dan Sheila dipeluk
kembali oleh orangtuanya dan Sheila membalas pelukan itu. Baru kali ini Sheila
membalas pelukan kedua orangtuanya. Antonio dan Maria segera melepas pelukan
putrinya dan membersihkan darah dan luka dari tubuh Sheila, yang ternyata Sheila
tak merasakan sakit sedikitpun.
“Kenapa tadi kamu berteriak seperti itu,nak.,?,Apa
yang terjadi padamu?”,Tanya Maria khawatir.
“Lihat! Tubuhmu penuh balutan luka dan darah segar,
pasti kamu kesakitan sayang..”,Maria mulai menangis dengan keadaan putrinya
yang seperti itu.
“Pah-mah
biarkan semua orang pindah dari desa ini, karena desa ini telah dikutuk oleh
sesosok makhluk seperti gambar di dinding itu, tapi Sheila tetap ingin di
sini..!!” terang Sheila sembari menunjuk lukisan usang yang terpajang lama di
dinding rumahnya. Dalam hati Antonio yang telah mengerti akan seluk-beluk desa
itu, kini telah tersadar, mungkin saat ini lah desa itu harus kembali ke tangan
sekelompok makhluk aneh itu yang telah lama menghilang dan kini datang kembali
untuk mengambil daerah kekuasaannya.
Setelah putrinya terpejam, Antonio
menceritakan semua sejarah itu kepada istrinya, dan Maria pun menangis karena
takutnya. Ketika makhluk itu kembali dan mengambil daerah kekuasaannya, dia
akan mendatangkan badai besar yang akan membunuh penduduk yang masih berada di
desa itu dan akan menyisakan seseorang yang mempunyai kelebihan dalam dirinya
yang belum di ketahui oleh siapapun untuk diambilnya.
“Pah-mah
apa arti dari in-di-gie, makhluk itu berkata pada ku, bahwa aku adalah seorang
in-di-gie...” tanya Sheila tiba-tiba dengan mengeja kata ‘indigo’ yang asing di
telinganya.
Ternyata dari tadi dia belum tertidur, hanya memejamkan matanya untuk menggelayuti
alam bawah sadarnya. Lalu Sheila kembali ke kamarnya untuk tidur sebelum pertanyaannya
di jawab oleh orangtuanya. Antonio mempunyai rencana untuk menceritakan
semuanya kepada Sheila tentang seluk beluk desa Lukas ini dan tentang
indigo,dan sebenarnya Sheila-lah adalah sesosok anak indigo, tetapi melalui
surat yang akan di tinggalkannya di bawah bantal Sheila petang nanti, karena
Antonio tahu bahwa dirinya dan Maria tidak akan selamat.
JJJ
Pagi hari kembali datang dengan
sinar cerahnya,dedaunan menari-nari akan buaian angin yang mendesir, namun tak ada satu anak pun yang berangkat ke
sekolah dan terlihat penduduk yang telah berkemas-kemas untuk meninggalkan desa
itu karena takutnya akan badai. Namun sebagian kecil penduduk dan Antonio
beserta istri dan Sheila masih tetap tinggal di desa itu karena permintaan
putrinya. Waktu demi waktu berjalan dengan lancar, walau Sheila tetap melakukan
hal-hal aneh yang diinginkannya. Saat petang tiba Antonia menyelipkan surat di
bawah bantal Sheila ketika Sheila dengan bermain dengan kancing bajunya di
samping Maria.
Kembalinya pagi hari ini, badai yang
dijanjikan oleh makhluk asing itu benar-benar terjadi. Badai yang besar dengan
getaran gempa yang menggoncang tanah Lukas,
penduduk yang masih berada di sana hanya berlari pasrah. Sheila memberontak
karena dia terbayang-bayang bahwa dia akan di sini seorang diri. Kini Sheila
tak memperdulikan pikiran-pikiran itu, dia berusaha melindungi orang-orang yang disayanginya
seperti satu hari yag lalu. Namun semuanya tak dapat dipungkiri, orang-orang
yang disayangi dan dilindungi oleh Sheila terhantam Pohon yang besar dari arah
yag berbeda, dua pasang suami istri tertimbun batu besar yang tergelincir dari
atas bukit, tiga remaja tertancap dahan yang runcing di dadanya, empat anak
kecil tertimbun tanah, dan orang tua Sheila sendiri telah tiada karena
terhantam pohon besar. Kini semuanya tak bernyawa, rumah-rumah rata dengan
tenah.
Sheila tak merasakan sakit akan luka
dalam tubuh Sheila yang parah, hampir di
selimuti oleh darah segar di seluruh tubuhnya dia tetap kembali menuju puing-puing
kamarnya yang tak tersisa, dia mencari sebuah surat yang ditulis oleh papahnya,
walau Sheila sudah mengetahui semuanya namun Sheila ingin menyimpan satu
kenangan tulisan terakihir dari papahnya.
Di depan mayat orang-orang yang di
sayanginya, Sheila membaca surat itu dengan tangisan yang keras dan
tersedu-sedu,dan berkata
INIKAH
PERJALANAN KISAH INDIGO DAN INIKAH AKHIR DARI SEMUANYA???